Sample Text

Pages

Sabtu, 01 September 2012

My Choice is not My Destination but It's My Destiny

     Kuliah adalah tujuan dan impian dari semua siswa yang saat itu sedang menduduki kelas 3 bangku SMA. Walaupun sebagian enggan untuk meneruskan kuliah yang identik dengan biaya mahal. Hal itu juga yang sempat terbersit dipikiran saya. Biaya pendidikan yang mahal ditambah dengan biaya hidup bila melanjutkan kuliah di luar kota. Mendengar kata "KULIAH" pun tidak main - main. Pertama kali dipikiran orang adalah "WAH". Wah dari segi biaya, wah dari segi sudut pandang orang tersebut karena sebagian orang menganggap jika orang kuliah tentu adalah orang terpelajar. Sebagian dari mereka juga berpikir jika orang berkuliah memiliki sikap yang santun karena mereka dari kalangan orang - orang berpendidikan.
     Saat itu saya memang memiliki keinginan untuk meneruskan kuliah di luar kota. Kota sasaran yang saat itu ingin saya rantaui adalah Malang. Selain Malang, saya memiliki beberapa opsi untuk kota - kota rantauan pelajar, Malang, Surabaya, Jogja dan Jember. Masing - masing kota saya kenali dengan baik bahkan saya sempat mencari - cari universitas apa saja yang ada di kota - kota tersebut. Saya pelajari satu persatu universitas - universitas tersebut. Bisa dikatakan saya adalah orang yang ambisi bila menyangkut soal pendidikan karena menurut saya pendidikan adalah langkah - langkah untuk menuju cita - cita, walaupun saya tahu pendidikan saja tidak cukup bila seseorang sudah dipertemukan dengan keberuntungan, nasib dan takdir.
     Dari sekian banyak universitas, saya memilih universitas - universitas negeri saja yang memang sudah memiliki nama. Sama sekali tidak terlintas di benak saya untuk memasuki universitas swasta, selain karena biayanya yang mahal, kedua orang tua saya tidak akan membiayai saya jika saya masuk di universitas swasta. Soal jurusan yang saya ambil, saya sudah merancangnya di otak saya ini sejak dulu. Kedokteran. Tentu dan harus. Begitu yang selalu berputar - putar di otak saya. Saya berpikir ulang, apakah saya memang mampu di Kedokteran ? Bukan masalah persaingan belajar nantinya di jurusan tersebut tapi masalah biaya. Saya bukanlah anak dari keluarga yang memiliki pendapatan cukup tinggi. Keluarga saya memiliki finansial yang pas - pasan. Kami dari keluarga menengah. Sejak kecil saya diajarkan tentang hidup sederhana dan seadanya. Mungkin untuk makan, kami masih mampu tapi untuk biaya kuliah yang sangat besar ditambah biaya hidup di luar kota yang tidaklah sama dengn di Banyuwangi, kami perlu berpikir ulang dan perlu memeras keringat super ekstra atau akan menjual rumah dan beberapa barang yang kami miliki.
     Tentang Kedokteran ini saya sempat mendiskusikan ulang dengan Bapak dan Ibu di rumah. Tentu mereka tidak keberatan asalkan saya mendapatkan biaya gratis atau beasiswa untuk bisa di Kedokteran. Ini bukanlah hal mudah bagi saya. Saya bukanlah siswa yang pandai saat itu. Saya hanya siswa pas - pasan yang sering mendapatkan nilai dibawah standart untuk pelajaran pengetahuan alam. Remidi. Ya, saya masih ingat benar saya tidak pernah absen untuk mengikuti remidi saat ulangan Matematika. Saya membicarakan hal ini pada guru BP yang saat itu menangani murid - murid yang akan melanjutkan kuliah. Sebuah program bidik misi di Universitas Brawijaya menjadi incaran saya, namun guru BP tidak memperbolehkan saya mengikuti program ini dengan alasan kedua orang tua saya masih lengkap dan sanggup membiayai. Saya tidak menyerah, saya mengikuti jalur PMDK di Universitas Negeri Jember, Kedokteran menjadi pilihan pertama saya. Saya sempat berpikir, jika saya mengandalkan Kedokteran saja, maka saya tidak akan pernah bisa kuliah. Saya memiliki opsi lain, Hubungan Internasional dan Sastra Inggris. 
     Mengapa saya memilih Hubungan Internasional, karena cita - cita cadangan saya adalah menjadi seorang Ambassador, saya tertarik mempelajari kebudayaan, politik dan keadaan sosial negara - negara di dunia. Dan Kenapa Sastra Inggris ? Pelajaran favorit saya sejak SD adalah Bahasa Inggris dan Menulis adalah hobi saya sejak SD pula. Saya suka buku - buku fiksi, puisi, film dan lain sebagainya yang berhubungan dengan sastra. Bisa dibilang darah sastra saya ini diturunkan dari bapak yang dulunya pernah bermain disebuah kelompok teater dan sempat menjadi guru teater di sebuah SMA di Banyuwangi, beliau juga suka menulis puisi dan menciptakan lagu. Untuk pelajaran Bahasa Inggris itu sendiri, saya sudah dicekoki pelajaran Bahasa Inggris sejak sebelum masuk TK, baru setelah SD kelas 3 saya bergabung disebuah kursusan resmi untuk memperdalam kemampuan Bahasa Inggris saya, English Language Center. Kursusan terbesar yang saat itu ada di Banyuwangi, yang kebetulan pemiliknya masih ada hubungan darah dengn Ibu. Saya sempat mengikuti PMDK di Universitas Negeri Malang, mengambil jurusan Sastra Inggris dan Pendidikan Bahasa Inggris.
     Suatu malam saat pengumuman kedua PMDK dari universitas itu saya mengalami nervous yang dahsyat. Saya masih berharap Kedokteran. Ya, seorang dokter adalah cita - cita saya sejak dulu. Tapi Tuhan berkata lain, saya tidak diterima di Kedokteran UNEJ, bahkan untuk semua pilihanpun tidak dan saya juga tidak diterima di Universitas Negeri Malang. Hancur. Itu sudah pasti. Entah saat itu saya harus melanjutkan dimana. Entah saya masih punya harapan atau atau tidak. Entah saya harus melangkah kemana setelah ini. Saat itupun UM UGM sudah terlewatkan karena saya telat mendaftarkan diri. Saya sadar, mungkin ini jawaban dari perkataan ibu' sebelum saya menyodorkan berkas PMDK itu, "Jangan masuk ke Kedokteran jika tidak mendapatkan beasiswa". Dan ketika itu saya sadar jika ucapan seorang ibu memang selalu menjadi kenyataan. Saya hentikan mengambil jurusan kedokteran di tes - tes berikutnya. Saya mengikuti bimbingan belajar di Ganesha Operation Jalan Bandung, Malang dan untuk pertama kalinya saya menjadi anak kos di Jalan Banten Dalam nomer 01, Malang bersama teman saya Wiworo, yang saat ini di jurusan Akuntansi UNAIR. Bimbingan pun saya tidak mengambil pengetahuan alam karena sedikit ada rasa trauma. Saya banting setir ke pengetahuan sosial padahal saya bukanlah dari jurusan tersebut. Saya memantapkan langkah, ok saya akan mengambil Hubungan Internasional dan Sastra Inggris. Saya sempat mengikuti tes tulis di UNAIR, tentu kedua pilihan tersebut dan lagi - lagi saya harus shock menerima pengumuman yang tidak sesuai itu dan saya jatuh untuk kesekian kalinya. Bingung. Stress. Pusing. Campur jadi satu. Kepala ini sudah mau meledak rasanya. Entah harus mengatakan apa pada orang tua dirumah. Dan hal ini bukan hanya saya saja yang terpukul. Bapak dan Ibu juga sangat terpukul. 
     Saya tahu perjuangan saya tidak cukup sampai disini saja. Tuhan tidak akan tinggal diam melihat hambanya yang sudah berusaha sedemikian keras. Yang saya yakini saat itu, jika saya berusaha keras dan berdoa, Tuhan pasti akan memberikan apa yang saya mau. Tapi jika saya bermalas - malasan dan menyerah, Tuhan akan menghentikan pemberianNya kepada saya dan pupuslah semua cita - cita saya. Dari sana saya mulai bangkit. Kegagalan itu merupakan langkah awal bagi saya untuk meraih apa yang saya mau. Saya kembali semangat dan mengikuti ujian mandiri Universitsa Negeri Malang. Saya mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Jerman dan Ekonomi Studi Pembangunan. Sayapun tidak menyangka akan mengambil jurusan itu. Sebuah jurusan yang diluar dugaan dan kemampuan saya. Bahasa Jerman ? Saya tidak pernah memepelajarinya, Ekonomi ? Sudah dua tahun saya tidak mendapatkan mata pelajaran itu sejak saya masuk IPA. Yang ada dipikiran saya saat itu, adalah saya bisa kuliah entah jurusan apa saja. Karena sebagian besar teman - teman seangkatan saya sudah diterima di berbagai universitas. Saya belajar siang dan malam, memulai mempelajari pelajaran - pelajaran ilmu sosial dari 0, dari awal. Sayapun semakin rajin mengikuti bimbel di GO. Saat tes tiba, saya berkata dalam hati, "Saya BISA. Allah, Bapak, Ibu' temani saya dalam tes ini". Begitu mudah bagi saya mengerjakan semua soal saat tes mandiri. Apa yang saya pelajari ternyata masuk dalam tes itu. Alhamdulillah...saya bisa. Saya sudah menduga jika nanti hasilnya pasti akan memuaskan. Dan ternyata benar, saya diterima di jurusan Ekonomi Studi Pembangunan. Cepat - cepat saya mengabari Bapak dan Ibu dirumah. Bahagia sekali rasanya mendengar suara mereka yang mengucapkan syukur Alhamdulillah. Sayapun sujud syukur saat itu. Alhamdulillah untuk Allah, Bapak dan Ibu' yang selalu menemani saya.
     Perjuangan saya tidak sampai disitu. Saya masih harus mengikuti tes SNMPTN yang menurut saya wajib saya ikuti. Untuk apa saya mengikuti bimbel ini kalau tidak untuk kebutuhan SNMPTN. Saya masih berambisi di Sastra Inggris. Sayapun telah rela melepas Kedokteran dan Hubungan Internasional. Lagi - lagi saya mantapkan langkah, pilihan pertama Sastra Inggris, pilihan kedua Sastra Perancis. Keduanya saya ambil di Universitas Brawijaya saja. Lagi - lagi bisa dibiliang ngawur dalam mengambil jurusan. Saya tidak pernah mempelajari Sastra Perancis, saya hanya tertarik pada Menara Eiffel dan tertarik untuk belajar Bahasa Perancis tapi tidak pernah kesampaian, siapa tahu saya diterima di Sastra Perancis saya bisa mempelajari Bahasa Perancis dan memperdalam Bahasa tersebut. Tes SNMPTN saya ikuti dengan lancar. Seolah - seolah saya sudah lihai dalam mengerjakan soal - soal semacam ini. Soal - soal semacam ini sudah berulang - ulang kali diberikan di try out bimbel dan dikeluarkan saat tes - tes mandiri. Sayapun yakin nantinya pasti akan diterima, entah itu Sastra Inggris ataupun Sastra Perancis. Suatu hasil yang lagi - lagi diluar dugaan saya. Ketika melihat pengumuman di internet. Indah Hikmayanti, Jurusan Sastra Inggris Universitas Brawijaya. WHAT ??? Saya melompat seketika dan sujud syukur. Apa yang saya ingini, akhirnya tercapai juga. Apa yang saya mau, akhirnya bisa saya dapatkan. Saya terpaksa melepas Jurusan Ekonomi Studi Pembangunan di UM demi Sastra Inggris yang saat itu saya gilai, walaupun saat itu saya sudah membayar lunas biaya masuk UM, dan saya sudah mendapatkan KTM serta almamater dari universitas itu tapi saya tetap memilih Sastra Inggris. Hati saya sudah mantap di Sastra Inggris. Kini saya dan Sastra Inggris melangkah bersama untuk meraih apa yang saya mau. Semua yang sudah saya dapatkan semata - mata hanya karena Allah, doa dari orang tua dan dukungan dari teman - teman. Saya tidak bisa menyangka sebelumnya jika alur untuk meraih apa yang saya mau bisa serumit ini. Jika saya menoleh kebelakang kembali, mungkin saya akan menganga, tidak menyangka dengan apa yang sudah saya lewati. Semuanya berkat kerja keras dan doa. Satu hal yang kini ada dibenak saya, This is not my destination but this is my destiny. :)
                               Bersama teman - teman kelompok OSPEK "Kamandaka 19"


                                                  Lala, Me, and Memey
                                                   "This is Our Destiny"

1 komentar:

  1. Hallo salam kenal..

    Bisa minta alamat email kamu? Atau bisa via DM twitter @Greenventour krn sy sudah follow akun @IndahHikz
    Thank you :)

    BalasHapus