Rabu, 25 Februari 2015
Malam
Malam,
Saatnya aku dan kau merajut kisah
Bersenda gurau dibawah gelap gulita.
Kadang bersedih saat sinar rembulan redup.
Kemudian merangkai kata rindu bertaburan bintang.
Oh, dan malam,
Beribu dewa menerpa tiang - tiang pengasingan kita
Berlampukan kunang - kunang, meredam kasih
Merenda mimpi, menghapus kepiluan.
Tak ! Tak ! Tak !
Jarum jam berdentang keras,
Ikut berbincang dan sesekali menguping.
Tidurlah kekasihku,
Tidurlah...Bermimpilah daku.
Biar esok angin malam menyambut kita lagi
Pada untaian kata dikala malam.
Banyuwangi, 25 Februari 2015
-Indah Hikma-
Senin, 09 Februari 2015
Dialog Malang Hari
Hey, gadisku
Ada apa dengan wajahmu malam ini ?
Mengapa kau pucat pasi ?
Bibirmu yang memerah berubah membiru.
Matamu yang bak butiran kristal berubah menjadi nanar.
Tidak kah kau menggunakan bedak dan gincu malam ini ?
Lalu kau menopang dagumu dengan tangan kananmu.
Bergumam sendiri di bawah sinaran bulan yang redup.
Mana rambutmu yang selalu kau gerai ?
Dan sekali ini aku melihatmu lelap.
Lalu kau bertanya kepadaku,"Apa arti malam itu ?"
Gadisku, tidak kah kau tahu bahwa,
Malam itu ketika jarum jam berdetak lantang.
Dia mengangguk sembari berkata lagi kepadaku dengan tatapan searahnya,
"Bila aku mendengar detak jarum jam, kau tahu apa yang aku rasakan ?"
Apa yang kau rasakan, gadisku ?
"Gelap, waktu, dan resah."
Kemudian aku masih bertanya - tanya,
pada rembulan yang kini memudar,
pada gadis berwajah pualam yang kini sedang resah.
Dia lalu memelukku,
"Hari kini gelap bagiku, aku butuh terang dan itu kau,
Waktu ini cepat bagiku, aku butuh waktu berhenti dan hanya kau yang bisa menghentikannya,
Hati ini resah bagiku, aku butuh kau untuk membangunkannya."
Hey, gadisku
Lupakah kau mengapa aku hadir dihadapanmu ?
Lupakah kau mengapa kini kubalas pelukanmu ?
Aku adalah terang bagimu,
Aku adalah lentera dalam hatimu yang gelap,
Aku adalah detak jantungmu.
Kau tak perlu khawatir tentang malam,
Biar detak jarumnya lantang bagimu,
Biar gerainya membuatmu lelap,
Aku adalah pagi yang menyapamu setelah malam berlalu.
Indah Hikma
Malang, 9 Februari 2015
Sabtu, 20 Desember 2014
Sarjana Itu Sok Pintar. Masa Sih ?
Ada suatu topik yang sangat ingin saya tulis. Perihal keuntungan dan kerugian menjadi seorang Sarjana dalam keluarga. Sarjana. Hmmm sebagian besar orang menganggap sarjana adalah orang yang intelektual, bermartabat tinggi, memiliki etika sopan santun yang baik, bukan ? Sebagai sarjana, bahkan kita tidak merasakan hal yang demikian yang dipersepsikan oleh orang - orang. Hanya saja, saya akui, kita mendapatkan ilmu lebih banyak dari yang lain.
Ilmu apakah itu ? Ilmu yang kita dapat tidak hanya ilmu tentang mata kuliah saja. Kita juga mendapatkan ilmu bagaimana caranya mengahadapi dan menanggapi suatu hal / masalah dengan kepala dingin, secara elegant, tidak dengan emosi, tidak dengan gegabah. Kita juga belajar bagaimana caranya melihat suatu hal tidak hanya pada satu sisi saja, melainkan dari berbagai macam sudut pandang. Karena jika kita menghadapi dan menanggapi masalah hanya melihat satu sudut pandang saja, maka kita tidak akan menilai hal - hal lainnya. Padahal, hal - hal lain juga perlu menjadi bahan pertimbangan. Sehingga kita tidak hanya berani menggugat dan menjudge. Kita juga tidak akan stuck hanya dalam satu pikiran dan alasan, dan yang terpenting kita selalu berpikiran positif. Selain itu, dengan kita mempertimbangkan banyak hal dari berbagai macam sudut pandang, akan membuat kita memiliki pikiran dan pandangan yang luas. Kita menjadi lebih bijak tentunya. ^^
Kita juga diajarkan tentang menyikapi zaman. Betapa tidak, zaman modern ini tentu berbeda dengan zaman orba atau zaman 60an, 70an, 80an. Sudah berubah ! Bahkan wajah dunia pun sudah berubah. Dengan begitu, apakah kita akan menggunakan aturan dan pikiran lama untuk menghadapi zaman yang sudah sangat modern ini ? Jika dimisalkan, apakah negara ini akan menggunakan undang - undang zaman Presiden Habibie ? Sedangkan undang - undang saat ini sudah diamandemen sebanyak empat kali. Sudah barang tentu tidak berlaku, bukan ? Bukan, kita bukannya menjadi orang yang sok modern dan ujung - ujungnya akan dicemooh sok pintar atau bahasa jawanya 'keminter'. Karena memang realitanya saat ini ya seperti itu. Sudah banyak gedung tinggi, ini lebih dari sekedar orde baru ! Dengan kita menyadari perubahan zaman yang sudah lebih modern ini, tentu kita tidak akan berpikiran kuno, bukan ? Dengan begitu, kita akan memiliki pemikiran yang fleksible dan menyesuaikan dengan zaman. Tetapi, bukan berarti kita melupakan identitas bangsa dan nenek moyang. Karena cara berpikir kolot sudah tak berlaku di era ini.
Selama kita duduk dibangku kuliah, kita juga belajar bagaimana caranya bersosialisasi dengan baik. Selain dengan teman kelas, kita juga tentu memiliki teman organisasi dan teman nongkrong. Di organisasi kita belajar menjadi orang yang bisa memimpin dengan benar, kerja sama, solidaritas, memiliki pendapat teguh dan yang terpenting dengan stressing, it's .... memecahkan masalah dengan kepala dingin, tanpa emosi, apalagi fisik. Dengan teman nongkrong, tentu kita bisa bertukar pikiran tentang hal apa saja. Tidak hanya tentang kuliah saja, melainkan banyak hal seperti pengetahuan umum, wisata, kuliner, dan lain - lain. Sehingga kita benar - benar memiliki pengetahuan yang super luas. Mungkin bagi sebagian orang awam, untuk apa nongkrong ? Sangat tidak penting. Buang - buang uang. Dan tidak bermanfaat. Untuk apa membicarakan soal wisata, kuliner atau musik ? Yang terpenting kan belajar dan kuliah saja sudah cukup. Pemikiran seperti itu, Totally Wrong ! Salah besar ! Sudah saya katakan, selain mendapatkan ilmu dari mata kuliah, kita juga mendapatkan ilmu dari lingkungan sekitar !
Kita sebagai sarjana juga diajarkan untuk memanusiakan manusia. Intinya, kita sebagai manusia, siapapun itu dan apapun latar belakang serta profesinya, kita sama saja di Mata Tuhan ! Harga menghargai adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan ini. Jika tidak begitu, mau tidak tinggal di hutan karena tidak bisa hidup berdampingan dengan orang lain dan tak mau menghargai orang lain ?
Apa yang ada dipikiran kita hanyalah masa depan. Untuk apa kita menoleh kebelakang ? Memang benar kita harus mengambil hikmah atas kejadian yang lalu, tapi tidak harus mengingat - ingatnya terus, bukan ? Itulah sebabnya kita selalu enjoy our life. Life must go on ! think future, not past !
Memang agak susah menerapkan hal tersebut dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak banyak orang yang tahu dan berpikiran tentang hal - hal tersebut, bahkan dalam keluarga sekalipun. Kadang hingga menimbulkan selisih paham. Terkadang apa yang kita bicarakan dan apa yang kita maksud hanyalah kesok pintaran. Padahal apa yang kita bicarakan hanyalah realita yang ada, pemikiran yang lebih modern dan fleksible, namun disalah artikan oleh orang awam. At least, berakhir padaaaa Talk To My Hand
- Indah Hikma / Corat - Coret Bekas Mahasiswi Sastra-
Selasa, 16 Desember 2014
Mari Bercerita
Seperti yang biasa kau lakukan,
ditengah perbincangan kita.
Tiba - tiba kau terdiam.
Sementara kusibuk menerka apa yang ada dipikiranmu ?
Sesungguhnya berbicara denganmu,
tentang segala hal yang bukan tentang kita.
Mungkin tentang ikan paus di laut ?
Atau mungkin tentang bunga padi di sawah ?
Sungguh bicara denganmu,
tentang segala hal yang bukan tentang kita.
Selalu bisa membuat semua lebih bersahaja.
Malam jangan berlalu,
jangan datang dulu terang.
Telah lama kutunggu.
Kuingin berdua denganmu.
Biar pagi datang,
setelah aku memanggil....
Terang....
-Payung Teduh-
Senin, 15 Desember 2014
Jiwa - Jiwa Tak Bernyawa
Bila jiwa telah terguncang,
Bagaimana aku bisa melawannya ?
Bagaimana aku bisa menertawainya ?
Bila dalam kerisauan aku masih hampa,
Bagaimana aku bisa menari didalamnya ?
Bagaimana aku bisa melenyapkannya ?
Aku bertahan dalam gelap risau dan hampa.
Menunggu kau yang berjalan,
Namun masih sangat jauh untuk mendekatiku.
Lalu aku aku tertegun dalam kesepian yang lama,
Bertahun - tahun,
Menenggelemkanku dalam jiwa - jiwa yang tak benyawa.
Risau aku. Lelah aku.
Oh, jiwaku yang sudah lama mati.
Bangunkan dia. Bangunkan dia dalam fajar yang menyambut pagi....
Indah Hikma
Malang, 15 Desember 2014
Bagaimana aku bisa melawannya ?
Bagaimana aku bisa menertawainya ?
Bila dalam kerisauan aku masih hampa,
Bagaimana aku bisa menari didalamnya ?
Bagaimana aku bisa melenyapkannya ?
Aku bertahan dalam gelap risau dan hampa.
Menunggu kau yang berjalan,
Namun masih sangat jauh untuk mendekatiku.
Lalu aku aku tertegun dalam kesepian yang lama,
Bertahun - tahun,
Menenggelemkanku dalam jiwa - jiwa yang tak benyawa.
Risau aku. Lelah aku.
Oh, jiwaku yang sudah lama mati.
Bangunkan dia. Bangunkan dia dalam fajar yang menyambut pagi....
Indah Hikma
Malang, 15 Desember 2014
Jumat, 14 November 2014
Emosi
Pada bait - bait aku menjadikan diriku sebagai aku.
Darahku adalah emosi yang bertumpah ruah.
Jiwaku adalah racun pekat yang menjalar.
Dia membara. Berani.
Lebih baik aku malu.
Bila raga terbungkam, jiwa yang terbelenggu.
Lebih baik aku mati.
Bila nafas enggan untuk berkata.
Aku. Adalah tubuh dari seorang yang kejam.
Bukan, bukan untuk menancapkan belati pada tubuhmu.
Tapi untuk mengucap.
Sebuah kata yang memang benar adanya.
Aku.
Bukanlah sebuah kemunafikan.
Indah Hikma
Banyuwangi, 14 November 2014
Suatu Pagi
Ada suatu pagi, dalam waktu yang tak pernah mundur.
Kota berawan, langit membiru.
Menenggelamkan jiwa yang tak pernah bersua.
Ke dalam ruang warna,
Yang kemudian masuk ke dalam cerita.
Sebuah kisah yang tak ada ujungnya.
Pagi, saat insan yang haus membelai buai.
Menatap diri penuh dengan tarian rindu.
Indah Hikma
Malang, 13 November 2014
Langganan:
Postingan (Atom)