...

...

...

...

...

...

...

...

...

...

Sample Text

Pages

Senin, 12 November 2012

Yang Terhempas Ombak


        Oleh : Indah Hikmayanti

Aku mengerutkan kening saat warna kuning memasuki lensa mataku. Gemuruh ombak bersahut – sahutan mengiringi burung – burung dari pulau seberang menuju pulau sebelah barat yang teduh. Langit tidak lagi gelap atau berwarna biru tua, warnanya memendarkan siluet yang terang kesegala penjuru barat. Bulan pucat pasi masih terlihat seolah – seolah berada diatas gunung pulau seberang. Suasana pantai yang masih terlihat lengang. Beberapa nelayan mengangkut keranjang – keranjang berisi ikan hasil tangkapan dari kapal yang menepi ke tempat pelelangan yang tak jauh dari pantai. Sedangkan kapal – kapal lainnya masih berada di tengah – tengah selat. Angin pagi menyapa dengan lembut, menebarkan aroma sebuah kenangan yang telah lalu kemudian hadir kembali. Lelaki tinggi, berkulit sawo matang dan berambut lurus kusut berdiri disampingku memainkan kaki kanannya dengan ombak yang berlari ketepi. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam kantung celana pendeknya. “Sayu,masih ingat pepatah, jangan mengukir nama diatas pasir karena pasti akan terhapus ombak?” tanya Bayu. Bayu, begitu laki – laki itu dipanggil. Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum. Sesekali dia tersenyum sumringah. Melihat bibirnya yang melebar itu, aku kembali ke waktu dua tahun yang lalu.
* * *
Bayu membuka matanya perlahan saat alarm dari telepon genggamnya berdering. Dia meraba – raba bantal dan gulingnya yang masih berantakan untuk mencari dimana telepon genggamnya berada. Kamar kosnya masih terlihat gelap, tidak ada sedikitpun cahaya yang masuk ke dalam ruangan berukuran tiga kali dua setengah meter itu. Bahkan ruangan itu hanya terdiri dari empat ventilasi kecil, jendela dengan ukuran satu setengah kali satu meter dan pintu berwarna coklat.
Bayu menggeliatkan badannya yang terasa pegal. Kepalanya terasa sangat berat sekali untuk digerakkan. Sebenarnya dia masih enggan untuk beranjak dari tempat tidurnya yang menurutnya sudah sangat nyaman. Dia mengejang – ngejangkan kedua kakinya. Dia masih meraba – raba dan mencari – cari dimana telepon genggamnya.
“Ah ketemu,” kata Bayu lirih dengan suara yang masih serak. Dia menemukannya dibawah bantal yang dia gunakan untuk alas kepalanya sendiri. Dia melihat ada sepuluh pesan masuk dan dua puluh missedcall. Enam pesannya dari seseorang bernama “My Darl”, dua pesannya dari seseorang yang ia beri nama “My Mom” dan duanya lagi dari seseorang bernama “Liana”. Dia membuka pesan dari “My Darl” terlebih dahulu,
Sayang, jangan lupa, jam sepuluh ajarin aku statistika. Besok aku kuis, aku tidak bisa statistika sama sekali. Aku tunggu di kos.
Keenam pesan dari sesorang yang bernama “My Darl” itu sama. Bayu hanya bisa tersenyum. Kebiasaannya selalu mengirim pesan sama dengan jumlah banyak. Kemudian dia membuka pesan dari seseorang bernama “Liana”
Mas Bay, aku di Malang nih. Aku tidak tahu mau kemana. Kamu dimana mas ?
Dan dibacanya lagi pesan dari “Liana”
Mas Bay pliiss, aku tidak tahu jalan disini…
Bayu agak terkejut membaca pesan dari Liana. Matanya yang tadinya terasa sangat lengket kini mulai terbelalak. Dia mulai bangun dari tidurnya. Liana ada di Malang ? Untuk apa ? pikir Bayu sambil mengetik sebuah pesan balasan untuk Liana.
Untuk apa ke Malang, Li ?
Kemudian dia membuka dua pesan yang sama dari “My Mom” ,
Bay, Liana di Malang sekarang. Tadi mamanya Liana sms mama, katanya dari semalam Liana tidak  bisa dihubungi. Setelah mama sms Liana, ternyata Liana berada di Malang. Daritadi dia sms kamu tapi kamu tidak membalasnya.
Sebenarnya untuk apa Liana ke Malang ? Bayu bertanya – tanya. Bayu segera meletakkan telepon genggamnya di meja dan membuka pintu kamarnya. Dia memicingkan mata ketika cahaya terang memasuki lensa matanya. Dia segera berlari ke kamar mandi yang terletak setelah dua kamar dari kamarnya.
* * *
Pukul sepuluh tepat Bayu tiba di kos Sayu yang berjarak tiga kilometer dari kosnya. Dia mengendarai sepeda bebeknya dengan kecepatan konstan. Enam puluh kilometer per jam. Bagi Sayu kecepatan enam puluh kilometer per jam sama saja dengan bunuh diri. Sayu tidak terbiasa dengan kecepatan yang menurutnya ugal – ugalan seperti itu. Dicengkeramnya bahu Bayu bila melakukan hal itu dan Bayu sudah sangat mengerti apa yang Sayu takuti, terpaksa dia harus menurunkan kecepatannya.
Mereka menuju tempat futsal yang disampingnya dilengkapi dengan café berwifi di daerah Soekarno-Hatta. Dalam perjalanan menuju café, Bayu memikirkan dimana Liana sekarang ? Bagaimana bisa Liana pergi ke Malang tanpa sepengetahuan orang tuanya ? Sebenarnya dia ada masalah apa hingga berani pergi ke Malang sendiri ? Dia masih tidak mengerti saja kenapa Liana senekat itu.
Mereka duduk di bangku tepat menghadap lapangan futsal. Lapangan sudah dipenuhi dengan anak – anak SMP yang saling berebut bola sambil terengah – engah. Café wifinya pun mulai dipenuhi dengan mereka – mereka yang duduk memandangi laptop, begitu pula Sayu yang sibuk membrowsing data statistika yang sama sekali tidak ia mengerti. Bayu menjelaskan kepada Sayu tentang rumus – rumus statistika dasar dan memberikan latihan soal kepadanya. Sayupun dengan seriusnya mengerjakan latihan soal yang diberikan Bayu, dia memilah – milah soal yang mana dulu yang menurutnya sangat mudah untuk dikerjakan., sementara Bayu sibuk membalas pesan Liana dan mamanya.
“Aku pusing nih sayang,”kata Bayu tiba – tiba.
“Pusing kenapa sayang ?” Tanya Sayu.
“Adikku kabur.”
“Dek Ana ?”
“Bukan, adik sepupuku,Liana. Ana sih baik – saja dirumah.”
“Liana yang pernah chat aku di facebook bukan ?”
“Iya benar. Sekarang dia ada di Malang, orang tuanya tidak tahu jika dia di kota ini sekarang. Dia ada masalah dengan pacarnya, makanya sampai nekat kesini. Padahal dia belum pernah kesini.”
“Lalu bagaimana dengan keadaannya sekarang ? Dia akan tidur dimana nanti ? Kok sampai senekat itu ya ?”
“Aku tidak tahu sekarang dia dimana. Barusan aku sms tapi tidak dibalasnya. Sudahlah, terserah dia mau kemana.”
Sayu hanya mengangguk dan meneruskan pekerjaannya. Sesekali dia memandangi Bayu. Wajah Bayu seperti sedang memikirkan sesuatu. Dia mulai merokok. Padahal, dari awal mereka pacaran Sayu melarang Bayu untuk merokok dan Bayu memutuskan untuk tidak merokok kecuali ketika dia sedang ada masalah. Kini Sayu bertanya – tanya dalam hatinya. Tetapi dia tidak berani untuk menanyakan langsung kepada Bayu.
Hari ini Bayu sudah berjanji kepada Sayu untuk menemaninya seharian dari pagi hingga malam. Bayu rela melakukan apa saja untuk kekasih tercintanya itu, termasuk menemaninya ke mall, padahal mall adalah tempat yang Bayu benci. Bayu sangat tidak suka dengan keramaian. Tetapi, dia tidak ingin Sayu kecewa sedikitpun. Walau matanya memerah dan kakinya terasa pegal, dia tetap tersenyum menemani Sayu kemanapun Sayu mau.
 Malamnya, Sayu mengajak Bayu ke tempat favoritnya, Alun – alun Batu. Suasana alun- alun sudah mulai sepi, karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Penjaga kebunpun mulai menyiram tanaman – tanaman di sekitar alun – alun. Muda – mudi itu mulai keluar dari area alun – alun. Pedagang yang berada di sekitar alun – alunpun mengemasi barang – barang dagangannya. Air mancur ditengah – tengah taman alun – alun itupun mulai dimatikan. Hanya saja, merkuri masih menemani mereka. Langit gelap, bahkan tidak ada satupun bintang. Ada sesuatu yang menggeliat di otak Sayu sejak tadi pagi. Liana. Dan masih tentang Liana.
Sayu berkata dalam temaram, ditemani angin malam yang semakin dingin,”Sayang, jika kamu sangat cepat melupakannya, akankah kamu juga secepat itu melupakanku jika aku menjadi masa lalumu nanti ?”
Bayu sedikit terkejut dengan pertanyaan Sayu. Dia menatap Sayu dalam dan menjawab,”Kamu bukanlah masa laluku dan tidak akan pernah menjadi masa laluku. Kamu ada di masa sekarang dan depanku.”
“Tapi sayang, seandainya aku sudah menjadi masa lalumu apa kamu masih mau bertemu denganku ?” tanya Sayu lagi.
“Kita diciptakan untuk satu, tidak untuk saling menjadi masa lalu,”kata Bayu sambil menggenggam tangan Sayu erat dan memandangnya dalam. ”Aku tidak akan membiarkanmu menangis.”
“Aku tidak akan menangis jika tidak karena suatu hal yang penting. Aku dididik untuk menjadi wanita yang kuat,” kata Sayu sambil tersenyum manis. Senyumannya membuat Bayu tenang dan ingin memandang wajah Sayu yang pualam.
* * *
Berkali – kali Sayu memandangi telepon genggamnya dan berharap ada satu pesan masuk dari Bayu. Hari ini Bayu sudah berjanji akan menemaninya ke toko buku dan pergi makan dengannya. Tetapi Bayu masih belum membalas pesan dari Sayu.
Kemudian sebuah pesan dari Bayupun masuk ke telepon genggam Sayu. Dengan semangatnya dan bibir yang sumringah, Sayu membuka pesan dari kekasihnya itu.
Sayang maaf sekali, aku tidak bisa menemanimu hari ini, karena mama dan papa tiba – tiba saja datang ke Malang. Aku harus menemani mereka, sayang.

Ada sebuah kekecewaan di hati Sayu. Padahal dia sudah siap untuk berangkat hari ini. Dia juga telah menyiapkan sebuah buku berjudul “Kisah Lainnya” yang selama ini Bayu inginkan. Dia akan memberikan surprise kepada Bayu. Tapi apalah daya, dia tidak akan bisa membantah jika sudah menyangkut soal orang tua. Dia tidak boleh egois. Orang tuanya lebih penting dari apapun.
Iya sayang, tidak apa – apa. Mungkin lain waktu saja. Have a nice day with your family yah sayang…

Seharian itu pikiran Sayu tiba – tiba saja dirasuki oleh seseorang yang bernama Liana. Entah apa yang membuatnya tiba – tiba berpikir soal Liana. Sudah sangat sering Bayu menceritakan tentang adik sepupunya itu. Liana yang suka mengganggunya, Liana yang mudah akrab dengan siapa saja dan Liana yang hampir setiap hari kerumahnya. Bahkan Liana yang selalu menjenguknya di rumah saat dia sakit. Terbersit dipikiran Sayu untuk membuka semua pesan – pesan antara Bayu dan Liana di facebook. Sangat mudah bagi Sayu untuk membuka facebook Bayu karena Bayu memberitahu password-nya. Dia mendapati pesan Bayu dan Liana setahun yang lalu,
Liana : Sebenarnya, aku tidak ingin kamu hanya menganggapku sebagai adikmu saja mas Bay.
Bayu : Maksud kamu ?
Liana : Aku masih menyayangimu Mas Bay, sama seperti saat kita bersama dulu. Masa SMA itu, aku tidak akan pernah melupakannya, Mas.
Bayu : Itu masa lalu. Aku tidak ingin membahasnya lagi. Sekarang cukup kita menjadi teman. Atau kakak adik lebih baik.
Liana : Lalu untuk apa selama ini Mas Bayu seolah – olah mendekati aku lagi ?
Bayu : Kapan ? Toh kamu sendiri yang sering kerumah. Aku pikir kamu hanya sekedar ingin bermain dengan Ana.
Liana : Jadi, Mas Bayu sudah benar – benar tidak sayang lagi denganku ? Mas Bayu sudah lupa kalau dulu kita pernah janji untuk terus bersama ?
Bayu : Aku kan sudah bilang, aku tidk mau membahas masa lalu !
Liana :Ok, mulai detik ini jangan pernah menganggapku ada !
            Sayu ingin menitikkan air mata saat tahu kalau Liana adalah mantan kekasih Bayu. Tapi mengapa selama ini Bayu mengatakan kalau Liana adalah adik sepuupunya ? Bukankah lebih baik jika dia mengatakan kalau Liana adalah mantannya yang tempo hari dia ceritakan kepadanya ? Bayu memang pernah menceritakan tentang mantan kekasihnya saat SMA dulu, mereka sudah menjalin hubungan selama dua tahun namun tiba – tiba saja kandas begitu saja, dan Bayu tidak pernah mau mengatakan mengapa hubungannya dengan Liana yang sudah disetujui oleh kedua belah pihak keluarga putus begitu saja. Disisi lain Bayu juga sering bercerita tentang adik sepupunya yang jahil dan satu – satunya orang yang menjadi tempat curahannya yang ternyata tak lain adalah Liana. Bayu seolah – seolah menceritakan satu orang ini dengan dua karakter yang berbeda.
Hari itu Sayu tahu untuk apa orang tua Bayu datang ke Malang. Tidak lain untuk mencari Liana. Sayu tidak sengaja membaca sebuah status Liana yang berada di berandanya,”On the way Tumpang”, dan sebelumnya Bayu mengatakan kepada Sayu jika dia akan pergi ke rumah neneknya di Tumpang bersama dengan keluarganya. Apa keluarga yang dia maksud itu juga Liana ? Apa Liana sudah masuk ke dalam daftar keluarganya ? Calon menantu dari keluarganya ? Begitu ?
* * *
Menunggu dan selalu menunggu. Bayu yang dulu selalu ada untuknya kini mulai menjauh sedikit demi sedikit. Dulu, dia tidak pernah dibiarkannya menunggu oleh Bayu. Bayu selalu datang tepat waktu menemui dan menjemputnya. Kini dia harus menunggu selama berjam – jam hanya untuk bertemu dengan Bayu. Bahkan intensitas pertemuan mereka tidaklah seperti dulu yang hampir setiap hari. Siang itu sepulang kuliah Bayu berjanji akan menemaninya makan siang dan menjemputnya di kos seperti biasa. Tidak ada satupun pesan masuk dari Bayu.
Waktu tidak akan diam begitu saja. Detik pun berlalu, menit enggan kembali lagi, bahkan jampun seolah semakin berlari. Sayu tertidur dengan perut melilit karena lapar. Sengaja dia tidak makan terlebih dahulu karena dia pikir akan pergi makan bersama Bayu. Dia membuka matanya perlahan dan melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul enam sore. Bayu kemana ? Apakah dia lupa dengan janjinya ? Bahkan tidak ada pesan masuk satupun dari dirinya. Dan malam datang begitu saja. Senja telah usai, sedang Sayu masih bertanya – tanya, dimana Bayu sekarang ? Mengapa dia tidak menepati janjinya ? Sayu tertidur lagi ditemani bulan yang sendu hingga pagi menyambutnya lagi, tanpa Bayu.
Sayu marah dan kecewa. Ingin sekali rasanya mengoyak – ngoyakkan tubuh Bayu. Hal yang paling dibencinya adalah menunggu dan tidak bisa menepati janji. Dia sama sekali tidak membalas pesan dari Bayu keesokan harinya. Bayu terus – menerus meminta maaf kepada Sayu karena tidak bisa menepati janjinya kemarin. Dia lelah bila terus – menerus menunggu dan pada akhirnya Bayu tidak dapat menepati janji. Pikirannya mulai melayang kemana – mana. Dan tetap pada satu nama. Liana. Apa mungkin Bayu bersama Liana ? Ada suatu dorongan lagi untuk melihat pesan mereka berdua di facebook. Benar. Tidak salah lagi. Kemarin mereka sempat berbincang – bincang di facebook itu sebabnya mengapa Bayu tidak membalas pesannya.
Liana : Hai Mas Bay, hehe. Dimana nih ?
Bayu : Di kos aja, Li. Tidak enak badan.
Liana : Mimisan lagi, mas ?
Bayu : Iya.
Liana : Asmanya kambuh tidak ?
Bayu : Iya itu juga. Lagi kosong nih kantongku.
Liana : Ya ampun mas…ya cepat diobatin dong. Apa mau aku pinjami dulu ?
Bayu : Tidak, Li. Anak – anak kos masih punya hutang sama aku. Jangan bilang – bilang mama.
Liana : Ya tidak bisa lah mas. Kalau ada apa – apa sama Mas Bayu bagaimana ? Nanti aku bilang sama tante.
Bayu : Jangan Li !!
Bahkan Liana tahu jika Bayu sering mimisan ? Dan Bayu tidak pernah mengatakan apapun tentang penyakitnya kepada Sayu. Bayu juga tidak pernah mengatakan kepada Sayu kalau dia sering mimisan. Selama mereka pacaran, Bayu tidak pernah bercerita sedikitpun jika dia kehabisan uang, sakit, atau memiliki masalah dan apapun itu. Sayu hanya tahu Bayu tidak pernah menolak permintaanya satupun. Sayu segera menemui Bayu malam itu juga. Dia cemburu. Sangat cemburu. Pikirannya penuh, dan hatinya tak karuan rasanya. Mengapa Liana sebegitu perhatiannya kepada Bayu sedangkan dia tidak ? Dan mengapa harus Liana ? Mantan kekasih Bayu saat SMA.
 “Aku tidak pernah benar – benar tahu apa yang kamu mau, apa yang kamu butuhkan dan apa yang menjadi keluh kesahmu karena kamu memang tidak pernah memberitahu aku sedikitpun. Tapi kamu menceritakan semua keluh kesahmu kepada Liana. Lalu kamu anggap aku ini siapa ? Apa selama ini aku hanya kamu jadikan sebagai status saja ? Dan kamu hanya akan mengatakan,’hey ini pacarku guys’ kepada teman – temanmu ? Begitu ? Dan jika aku mengatakan soal Liana, kamu selalu bilang ‘dia adikku, tidak usahlah kamu cemburu’ ”
Bayu hanya diam, dia ingin mengusap air mata Sayu yang jatuh begitu saja ke pipinya yang halus. Dia pernah mengatakan kepada Sayu kalau dia tidak akan membiarkan Sayu menangis, dia juga tidak ingin Sayu menangis hanya karena dia.
“Aku ingin menjadi seseorang yang menemani kamu tidak hanya disaat bahagia saja, aku ingin sedihmu, sakitmu, menjadi milikku juga. Kamu tahu, aku merasa menjadi orang yang tidak berguna ketika tahu kalau ternyata Liana tahu tentang semua sedihmu dan semua kesakitan yang selama ini kamu rasakan ? Aku tahu aku tidaklah seperti Liana yang pernah lama ada dihati kamu, yang bisa mengambil hati orang tuamu, yang bisa memberi perhatian penuh ke kamu tapi setidaknya aku punya cara sendiri untuk mengungkapkan rasa sayang ke kamu. Kamu tahu, aku takut, kamu dikalahkan oleh kenangan.”
“Liana memang bukan adikku yang sebenarnya. Dia memang mantanku masa SMA. Tapi itu dulu. Aku sudah melupakannya jauh sebelum kita pacaran. Sekarang, semuanya untuk kamu sayang, aku benar – benar menyayangimu. Kamu masa depanku. Walaupun Liana dekat dengan orang tuaku, tapi aku sudah melupakan semua memori tentang Liana,”kata Bayu sambil mengusap air mata Sayu. Bayu ingat suatu hal, Sayu pernah berkata kalau dia tidak akan menangis jika tidak karena hal yang penting. Dan dia adalah sesuatu yang penting bagi Sayu. Sayu hanya tidak ingin peristiwa satu tahun yang lalu terulang lagi, yang mana seseorang yang pernah disayanginya pergi begitu saja dengan mantan kekasihnya.
* * *
Aku sudah memiliki tubuhnya, cintanya dan hatinya tapi aku tidak akan pernah tahu keluh kesahnya dan aku tidak akan pernah tahu kenangan indahnya. Kisah kami seperti nama yang terukir di pasir pinggir pantai. Terhempas oleh ombak. Bayu dikalahkan oleh kenangannya. Orang tuanya tetap berpegang teguh agar Bayu menikahi Liana dengan alasan mereka sudah dekat dengan Liana sejak lama, bahkan keluarga mereka sudah saling mengetahui. Dan ternyata selama kami berpacaran, Bayu mengungkapkan semua curahannya kepada Liana, bukan aku. Liana sangat tahu bagaimana kisah kami, Bayu yang menceritakannya. Aku ingin memberontak, tapi aku siapa ? Aku bukanlah siapa – siapa dihadapan orang tuanya dan aku tidak akan pernah tahu apa yang Bayu mau, sedangkan Liana adalah gadis yang mengerti akan Bayu dan keluarganya. Aku tahu Bayu sangat menyayangiku, bahkan dia sempat menentang orang tuanya. Tapi kisah kita sudah terukir diatas pasir, dan ketika ombak menerjang, kita tidak bisa mengelak jika semua yang telah terukir akan hilang.
Di jari manis Bayu melingkar sebuah cincin emas putih. Matanya nanar memandng jauh pegunungan didepan sana. Bahkan kami tidak tahu sekarang harus melangkah menuju masa depan atau diam ? Dia melangkah mundur pada kenangannya sedangkan aku hanya masa depannya, lebih tepatnya sebuah mimpinya. Hanya mimpi.
Bayu pun berkata,”Tubuhku dimiliki oleh Liana tapi hatiku tetap kamu yang memiliki.”

Sabtu, 03 November 2012

My Hijab Style 2


Hat and Hijab


     Actually in one afternoon I didn't know what must I did. I was sleeping all day. No assignments and no campus. Yep, that was weekend. Then I asked to the my room-mate, Lala, "So, what must we do today ?"
She yawned and slept again. Okay, maybe that was bad weekend when we spent our time for slept, not for took a walk and went to the Pasar Minggu. And I said to her once again,"Memey had a new hat, we should borrow it for photo I think." She woke up suddenly and said,"Good Idea ! Okay, prepare for new hat" hahaha, I knew that she would wake up when heard "photo", then we had imagination for Memey's hat...


                                                             For Hijab :
                                                            1. Purple Pashmina
                                                            2. Pins
                                                            3. Hat

                                                          
                                                           For clothes :
                                                           1. Pink T-shirt




                    And this is picture of Lala, she also use Memey's hat, because actually we joined, hoho

                                                      Lala has her own style for hijab,
                                                           1. A brown ninja
                                                           2. A soft brown paris
                                                           3. And hat


*Special thanks for Memey because of her hat :D


My Hijab Style 1

  Colorful for Hang out




                                                       For hijab :

                                                              1. Grey simple shawl
                                                              2. Pink and Yellow ciput
                                                              3. 2 pins only


                                                    For Clothes :
                                                       
                                                            1. Jeans jacket
                                                            2. Colorful simple dress ( made by my beloved mother )






                                                                 3. Jeans Trousers
                                                                 4. Jeans Handbag
                                                                 5. Simple Jeans Boots


                                     Then, you can hang out all day long with your colorful style -_*


Sabtu, 01 September 2012

My Choice is not My Destination but It's My Destiny

     Kuliah adalah tujuan dan impian dari semua siswa yang saat itu sedang menduduki kelas 3 bangku SMA. Walaupun sebagian enggan untuk meneruskan kuliah yang identik dengan biaya mahal. Hal itu juga yang sempat terbersit dipikiran saya. Biaya pendidikan yang mahal ditambah dengan biaya hidup bila melanjutkan kuliah di luar kota. Mendengar kata "KULIAH" pun tidak main - main. Pertama kali dipikiran orang adalah "WAH". Wah dari segi biaya, wah dari segi sudut pandang orang tersebut karena sebagian orang menganggap jika orang kuliah tentu adalah orang terpelajar. Sebagian dari mereka juga berpikir jika orang berkuliah memiliki sikap yang santun karena mereka dari kalangan orang - orang berpendidikan.
     Saat itu saya memang memiliki keinginan untuk meneruskan kuliah di luar kota. Kota sasaran yang saat itu ingin saya rantaui adalah Malang. Selain Malang, saya memiliki beberapa opsi untuk kota - kota rantauan pelajar, Malang, Surabaya, Jogja dan Jember. Masing - masing kota saya kenali dengan baik bahkan saya sempat mencari - cari universitas apa saja yang ada di kota - kota tersebut. Saya pelajari satu persatu universitas - universitas tersebut. Bisa dikatakan saya adalah orang yang ambisi bila menyangkut soal pendidikan karena menurut saya pendidikan adalah langkah - langkah untuk menuju cita - cita, walaupun saya tahu pendidikan saja tidak cukup bila seseorang sudah dipertemukan dengan keberuntungan, nasib dan takdir.
     Dari sekian banyak universitas, saya memilih universitas - universitas negeri saja yang memang sudah memiliki nama. Sama sekali tidak terlintas di benak saya untuk memasuki universitas swasta, selain karena biayanya yang mahal, kedua orang tua saya tidak akan membiayai saya jika saya masuk di universitas swasta. Soal jurusan yang saya ambil, saya sudah merancangnya di otak saya ini sejak dulu. Kedokteran. Tentu dan harus. Begitu yang selalu berputar - putar di otak saya. Saya berpikir ulang, apakah saya memang mampu di Kedokteran ? Bukan masalah persaingan belajar nantinya di jurusan tersebut tapi masalah biaya. Saya bukanlah anak dari keluarga yang memiliki pendapatan cukup tinggi. Keluarga saya memiliki finansial yang pas - pasan. Kami dari keluarga menengah. Sejak kecil saya diajarkan tentang hidup sederhana dan seadanya. Mungkin untuk makan, kami masih mampu tapi untuk biaya kuliah yang sangat besar ditambah biaya hidup di luar kota yang tidaklah sama dengn di Banyuwangi, kami perlu berpikir ulang dan perlu memeras keringat super ekstra atau akan menjual rumah dan beberapa barang yang kami miliki.
     Tentang Kedokteran ini saya sempat mendiskusikan ulang dengan Bapak dan Ibu di rumah. Tentu mereka tidak keberatan asalkan saya mendapatkan biaya gratis atau beasiswa untuk bisa di Kedokteran. Ini bukanlah hal mudah bagi saya. Saya bukanlah siswa yang pandai saat itu. Saya hanya siswa pas - pasan yang sering mendapatkan nilai dibawah standart untuk pelajaran pengetahuan alam. Remidi. Ya, saya masih ingat benar saya tidak pernah absen untuk mengikuti remidi saat ulangan Matematika. Saya membicarakan hal ini pada guru BP yang saat itu menangani murid - murid yang akan melanjutkan kuliah. Sebuah program bidik misi di Universitas Brawijaya menjadi incaran saya, namun guru BP tidak memperbolehkan saya mengikuti program ini dengan alasan kedua orang tua saya masih lengkap dan sanggup membiayai. Saya tidak menyerah, saya mengikuti jalur PMDK di Universitas Negeri Jember, Kedokteran menjadi pilihan pertama saya. Saya sempat berpikir, jika saya mengandalkan Kedokteran saja, maka saya tidak akan pernah bisa kuliah. Saya memiliki opsi lain, Hubungan Internasional dan Sastra Inggris. 
     Mengapa saya memilih Hubungan Internasional, karena cita - cita cadangan saya adalah menjadi seorang Ambassador, saya tertarik mempelajari kebudayaan, politik dan keadaan sosial negara - negara di dunia. Dan Kenapa Sastra Inggris ? Pelajaran favorit saya sejak SD adalah Bahasa Inggris dan Menulis adalah hobi saya sejak SD pula. Saya suka buku - buku fiksi, puisi, film dan lain sebagainya yang berhubungan dengan sastra. Bisa dibilang darah sastra saya ini diturunkan dari bapak yang dulunya pernah bermain disebuah kelompok teater dan sempat menjadi guru teater di sebuah SMA di Banyuwangi, beliau juga suka menulis puisi dan menciptakan lagu. Untuk pelajaran Bahasa Inggris itu sendiri, saya sudah dicekoki pelajaran Bahasa Inggris sejak sebelum masuk TK, baru setelah SD kelas 3 saya bergabung disebuah kursusan resmi untuk memperdalam kemampuan Bahasa Inggris saya, English Language Center. Kursusan terbesar yang saat itu ada di Banyuwangi, yang kebetulan pemiliknya masih ada hubungan darah dengn Ibu. Saya sempat mengikuti PMDK di Universitas Negeri Malang, mengambil jurusan Sastra Inggris dan Pendidikan Bahasa Inggris.
     Suatu malam saat pengumuman kedua PMDK dari universitas itu saya mengalami nervous yang dahsyat. Saya masih berharap Kedokteran. Ya, seorang dokter adalah cita - cita saya sejak dulu. Tapi Tuhan berkata lain, saya tidak diterima di Kedokteran UNEJ, bahkan untuk semua pilihanpun tidak dan saya juga tidak diterima di Universitas Negeri Malang. Hancur. Itu sudah pasti. Entah saat itu saya harus melanjutkan dimana. Entah saya masih punya harapan atau atau tidak. Entah saya harus melangkah kemana setelah ini. Saat itupun UM UGM sudah terlewatkan karena saya telat mendaftarkan diri. Saya sadar, mungkin ini jawaban dari perkataan ibu' sebelum saya menyodorkan berkas PMDK itu, "Jangan masuk ke Kedokteran jika tidak mendapatkan beasiswa". Dan ketika itu saya sadar jika ucapan seorang ibu memang selalu menjadi kenyataan. Saya hentikan mengambil jurusan kedokteran di tes - tes berikutnya. Saya mengikuti bimbingan belajar di Ganesha Operation Jalan Bandung, Malang dan untuk pertama kalinya saya menjadi anak kos di Jalan Banten Dalam nomer 01, Malang bersama teman saya Wiworo, yang saat ini di jurusan Akuntansi UNAIR. Bimbingan pun saya tidak mengambil pengetahuan alam karena sedikit ada rasa trauma. Saya banting setir ke pengetahuan sosial padahal saya bukanlah dari jurusan tersebut. Saya memantapkan langkah, ok saya akan mengambil Hubungan Internasional dan Sastra Inggris. Saya sempat mengikuti tes tulis di UNAIR, tentu kedua pilihan tersebut dan lagi - lagi saya harus shock menerima pengumuman yang tidak sesuai itu dan saya jatuh untuk kesekian kalinya. Bingung. Stress. Pusing. Campur jadi satu. Kepala ini sudah mau meledak rasanya. Entah harus mengatakan apa pada orang tua dirumah. Dan hal ini bukan hanya saya saja yang terpukul. Bapak dan Ibu juga sangat terpukul. 
     Saya tahu perjuangan saya tidak cukup sampai disini saja. Tuhan tidak akan tinggal diam melihat hambanya yang sudah berusaha sedemikian keras. Yang saya yakini saat itu, jika saya berusaha keras dan berdoa, Tuhan pasti akan memberikan apa yang saya mau. Tapi jika saya bermalas - malasan dan menyerah, Tuhan akan menghentikan pemberianNya kepada saya dan pupuslah semua cita - cita saya. Dari sana saya mulai bangkit. Kegagalan itu merupakan langkah awal bagi saya untuk meraih apa yang saya mau. Saya kembali semangat dan mengikuti ujian mandiri Universitsa Negeri Malang. Saya mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Jerman dan Ekonomi Studi Pembangunan. Sayapun tidak menyangka akan mengambil jurusan itu. Sebuah jurusan yang diluar dugaan dan kemampuan saya. Bahasa Jerman ? Saya tidak pernah memepelajarinya, Ekonomi ? Sudah dua tahun saya tidak mendapatkan mata pelajaran itu sejak saya masuk IPA. Yang ada dipikiran saya saat itu, adalah saya bisa kuliah entah jurusan apa saja. Karena sebagian besar teman - teman seangkatan saya sudah diterima di berbagai universitas. Saya belajar siang dan malam, memulai mempelajari pelajaran - pelajaran ilmu sosial dari 0, dari awal. Sayapun semakin rajin mengikuti bimbel di GO. Saat tes tiba, saya berkata dalam hati, "Saya BISA. Allah, Bapak, Ibu' temani saya dalam tes ini". Begitu mudah bagi saya mengerjakan semua soal saat tes mandiri. Apa yang saya pelajari ternyata masuk dalam tes itu. Alhamdulillah...saya bisa. Saya sudah menduga jika nanti hasilnya pasti akan memuaskan. Dan ternyata benar, saya diterima di jurusan Ekonomi Studi Pembangunan. Cepat - cepat saya mengabari Bapak dan Ibu dirumah. Bahagia sekali rasanya mendengar suara mereka yang mengucapkan syukur Alhamdulillah. Sayapun sujud syukur saat itu. Alhamdulillah untuk Allah, Bapak dan Ibu' yang selalu menemani saya.
     Perjuangan saya tidak sampai disitu. Saya masih harus mengikuti tes SNMPTN yang menurut saya wajib saya ikuti. Untuk apa saya mengikuti bimbel ini kalau tidak untuk kebutuhan SNMPTN. Saya masih berambisi di Sastra Inggris. Sayapun telah rela melepas Kedokteran dan Hubungan Internasional. Lagi - lagi saya mantapkan langkah, pilihan pertama Sastra Inggris, pilihan kedua Sastra Perancis. Keduanya saya ambil di Universitas Brawijaya saja. Lagi - lagi bisa dibiliang ngawur dalam mengambil jurusan. Saya tidak pernah mempelajari Sastra Perancis, saya hanya tertarik pada Menara Eiffel dan tertarik untuk belajar Bahasa Perancis tapi tidak pernah kesampaian, siapa tahu saya diterima di Sastra Perancis saya bisa mempelajari Bahasa Perancis dan memperdalam Bahasa tersebut. Tes SNMPTN saya ikuti dengan lancar. Seolah - seolah saya sudah lihai dalam mengerjakan soal - soal semacam ini. Soal - soal semacam ini sudah berulang - ulang kali diberikan di try out bimbel dan dikeluarkan saat tes - tes mandiri. Sayapun yakin nantinya pasti akan diterima, entah itu Sastra Inggris ataupun Sastra Perancis. Suatu hasil yang lagi - lagi diluar dugaan saya. Ketika melihat pengumuman di internet. Indah Hikmayanti, Jurusan Sastra Inggris Universitas Brawijaya. WHAT ??? Saya melompat seketika dan sujud syukur. Apa yang saya ingini, akhirnya tercapai juga. Apa yang saya mau, akhirnya bisa saya dapatkan. Saya terpaksa melepas Jurusan Ekonomi Studi Pembangunan di UM demi Sastra Inggris yang saat itu saya gilai, walaupun saat itu saya sudah membayar lunas biaya masuk UM, dan saya sudah mendapatkan KTM serta almamater dari universitas itu tapi saya tetap memilih Sastra Inggris. Hati saya sudah mantap di Sastra Inggris. Kini saya dan Sastra Inggris melangkah bersama untuk meraih apa yang saya mau. Semua yang sudah saya dapatkan semata - mata hanya karena Allah, doa dari orang tua dan dukungan dari teman - teman. Saya tidak bisa menyangka sebelumnya jika alur untuk meraih apa yang saya mau bisa serumit ini. Jika saya menoleh kebelakang kembali, mungkin saya akan menganga, tidak menyangka dengan apa yang sudah saya lewati. Semuanya berkat kerja keras dan doa. Satu hal yang kini ada dibenak saya, This is not my destination but this is my destiny. :)
                               Bersama teman - teman kelompok OSPEK "Kamandaka 19"


                                                  Lala, Me, and Memey
                                                   "This is Our Destiny"

Kamis, 30 Agustus 2012

Awal Kata

     Ada sebuah kalimat yang membuat saya menulisakan kembali sebuah kata di blog ini. "YANG TERUCAP AKAN LENYAP, YANG TERCATAT AKAN TERINGAT". Kata itu saya dapatkan dari sebuah buku yang kala itu saya pinjam dari saudara saya berjudul Kisah Lainnya yag ditulis oleh para personil Peterpan yang kini berganti nama menjadi NOAH Band. Singkat memang kalimatnya namun jiwa menulis saya yang pasang surut seolah kembali memuncak ketika sadar kalau MENULIS memang bagian dari hidup saya.
                                                                Buku Kisah Lainnya
    
      Blog ini saya buat lebih dari satu tahun yang lalu ketika saya masih berada di semester dua. Sedikit memang kalimat  - kalimat yang ada di blog ini namun kemudian saya kembangkan menjadi sebuah cerita - cerita pendek. Namun saya merombak ulang tatanan yang ada diblog ini dan menghapus semua isi yang telah saya tulis. Saya menggantinya dengan sesuatu yang lebih up to date, berisi informasi - informasi seputar buku dan beberapa puisi yang sebagian saya ambil dari karya saya dan beberapa karya dari orang - orang besar seperti Chairil Anwar dan W.S Rendra. Namun lagi - lagi saya harus merombak ulang tatanannya beserta isinya hingga terbentuklah blog yang sekarang ini. 
     Saya sadar, saya bukanlah orang yang memiiki pendirian teguh dalam menjalani hidup ini. Saya masih sering termakan omongan sana sini yang kemudian membuat hidup saya seolah tidak terarah dan bingung untuk melangkah. Satu contoh kecilnya tentang blog ini. Entah nanti saya akan merombak ulang atau tidak, tapi saya berharap cukuplah sampai disini sekiranya blog ini terangkai. Saya sempat menulis sebuah puisi tentang kepribadian saya yang membingungkan ini pada sebuah status facebook,

Sejujurnya aku masih mencari jati diri,
Belum kutemukan potongan tubuhku,
Sebagian darah masih pucat pasi,
Jauh sebelum aku sampai disini
aku berdiri, jatuh dan sempat mati,
Aku bukanlah aku,
Siapa di jantung ini, aku tidak tahu
Aku masih berdiri ditengah ribuan persimpangan ...

Mungkin bagi sebagian orang ini adalah hal kecil tapi bagi saya ini adalah hal besar. Saya masih ingat ketika seorang teman special saya, Anantha Perdana mengatakan dalam pesan singkat, "Hidup itu perlu perubahan ke arah yg lebih baik". Dan saya merasa memang harus ada perubahan dalam hidup saya ke arah yang lebih tertata, berani mengambil keputusan dan resiko dan tentunya harus lebih teguh. Saya masih mencoba, mencoba dan terus mencoba. Saya memasang motto dalam hidup saya "No See, No Hear, No Talk". Bukannya saya tidak mau bersosialisasi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar yang saya inginkan hanya menemukan jati diri saya yang sebenarnya. Saya juga tidak ingin berlama - lama hidup di jiwa orang lain atau bahkan orang lain yang hidup di jiwa saya. Yang saya inginkan, cukuplah jiwa saya, nafas saya, raga saya bergabung menjadi satu bersama menjalankan hidup ini. 
                               

Thank you to,
1. Allah SWT
2. Father and Mother
3. Anantha Perdana